Sabtu, 29 Januari 2011

Tauhid Asma Wa Sifa

Tauhid jenis yang ketiga adalah tauhid asma' dan sifat. Tauhid ini mengandung pengertian beriman dengan setiap nama dan sifat Allah yang disebutkan dalam Al-Qur'an dan hadits shohih yang Allah sendiri sifatkan dan yang disifatkan oleh Rosul-Nya , secara hakiki tanpa ta'wil, takyiif (memvisualkan), ta'thil (menolak), tamtsil (menyerupakan), tafwiidh (menyerahkan maknanya kepada Allah). Seperti bersemayam, turun, tangan, datang dan sifat-sifat yang lain, yang penafsirannya sebagaimana para salaf telah sebutkan; Istiwa (bersemayam) penafsiranya disebutkan dari Abi Aliyah dan Mujahid dari kalangan tabi'in, dalam "Shohih Bukhori" bahwasanya istiwa itu maknanya Al-'Uluu wal Irtifa' (tinggi dan di atas) yang keduanya sesuai dengan keagungan-Nya. Firman Allah  :


"(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat." (QS Asy-Syuura : 11)
Oleh karena itu tatkala Imam Malik ditanya tentang Istiwa maka beliau menjawab :" Istiwa itu maknanya sudah diketahui, caranya tidak diketahui dan iman kepadanya wajib sedang bertanya tentang ini hukumnya bid'ah." Yang maknanya : bahwa istiwa itu sudah diketahui yaitu tinggi dan diatas sesuai dengan keagunggan Allah, tidak ada yang mengetahui caranya kecuali Allah, yang pasti tidak menyerupai mahluk-mahluknya.
Ta'wil : Memalingkan ayat-ayat dan hadits shohih dari dzohirnya ke makna lain yang bathil.Seperti istawa ke makna istaula (menguasai).
Ta'thil : Mengingkari sifat-sifat Allah dan meniadakannya, seperti sifat Al-'Uluu bagi allah di atas langit. Kelompok-kelompok yang sesat berkeyakinan bahwa Allah berada di setiap tempat.
Takyiif : Menanyakan tata cara sifat-sifat Allah. Tata cara sifat-sifat Allah begini dan begitu. Maka sifat Al-'Uluw Allah diatas langit dan Arsy-Nya tidak menyerupai mahluk-Nya dan tidak ada seorangpun yang mengetahuinya kecuali Allah .
Tamtsil : Yaitu menyerupakan sifat-sifat Allah dengan sifat-sifat mahluk-Nya, maka jangan mengatakan turun-Nya Allah ke langit dunia seperti turunnya kita. Tidak diketahui tempat dan dan cara turun-Nya kecuali Allah,
Tafwidh : Yaitu peniadaan penafsiran sifat Allah dan menganggapnya termasuk ayat-ayat mutsyabihat yang diserahkan penafsirannya kepada Allah, tidak ditafsirkannya sifat istiwa ini adalah bentuk peniadaan sifat Allah.
Makna Ar-rohman 'alal 'Arsy Istawa
Sesungguhnya Rosulullah  bersabda pada haji wada' :
"dan kalian akan ditanya tentangku, maka apa yang akan kalian katakan : "Kami bersaksi bahwasanya engkau telah menyampaikan, menunaikan dan engkau telah menasihati." Maka Rosulullah menjawab sambil mengangkat jari telunjuknya ke arah langit lalu mengarahkannya kepada manusia, dan beliau bersabda "Allahumasyhad" (ya Allah saksikanlah !) tiga kali"
Diriwayatkan Imam Muslim. Abu Hanifah  ditanya tentang siapa yang berkata "saya tidak tahu Rabb-ku di langit atau di bumi ?" maka beliau menjawab dia telah kafir karena Allah  berfirman
"(Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah, Yang bersemayam di atas `Arsy" (QS Thohaa : 5)
Saya berkata :"jika dia mengatakan bahwasanya Allah diatas Arsy akan tetapi dia berkata: "saya tidak tahu Arsy itu di langit atau di bumi ?" maka beliau menjawab "dia kafir karena dia telah mengingkari" bahwasanya Allah di langit. Siapa yang mengingkari bahwasanya Allah di langit maka dia kafir ( Syarah Thohawiyah Hal.322).
Imam Bukhori dalam kitabnya At-Tauhid menukil dari Abi Aliyah dan Mujahid tentang makna Firman Allah "tsumas tawa ilas samaa" yakni Al-'Uluu wal Irtifa' (diatas dan tinggi; maksudnya kemudian Allah bersemayam berada di langit).
Berkata ahli tafsir Imam Thobari tentang firman Allah Ar-Rahman 'alaa Arsy Istawa" yaitu Al-'uluu wal Irtifa', dan ditanya Abdullah Ibnu Mubarak "Bagaimana kita mengetahui Rabb kita ?" maka Abdullah menjawab sesungguhnya Allah diatas langit ketujuh diatas Arsy. Sesungguhnya telah diulang dalam Al-Qur'an tentang bersemayam diatas Arsy sebanyak tujuh kali yang menunjukkan bahwa Allah bersemayam diatas Arsy-Nya, sifat yang sempurna bagi Allah, sifat tersebut memiliki kedudukan yang agung. Ketika Imam Malik ditanya tentang istawa beliau menjawab istawa itu maknanya sudah diketahui, caranya tidak diketahui, beriman kepadanya wajib. Makna istawa itu sudah diketahui maksudnya secara bahasa, yaitu Al-'Uluu wal irtifa' di atas dan tinggi) tidak ada yang mengetahui caranya kecuali Allah dan tidak sama dengan mahluk-mahluk-Nya.
Tidak Boleh menafsirkan Istawa dengan arti istawla (menguasai), karena arti ini tidak didapatkan dalam bahasa arab.

0 komentar:

Posting Komentar