Rabu, 16 Februari 2011

MEMBANGUN KARAKTER BANGSA MELALUI PEMBIASAAN SIKAP DI SEKOLAH

Mendengar kata “Karakter” sering membuat miris telinga kita apalagi kata “Karakter Bangsa”, bagaimana tidak..! melihat fenomena bangsa Indonesia akhir-akhir ini serasa bangsa ini tercabut dari karakternya sebagai bangsa yang berbudaya, baik sebagai bangsa religius maupun sebagai bangsa yang memiliki budaya timur. Fakta ini kita bisa lihat bagaimana gonjang ganjingnya bangsa ini dari berbagai masalah moral yang tidak henti-hentinya, mulai dari kasus Dana Talangan Bank Century, kasus Antasari Ashar ( Mantan Ketua KPK ), kasus Bibit - Chandra, kasus Gayatri yang hilang begitu saja uangnya sebesar 62 Milyar di Bank Century, kasus Anggodo, kasus Gayus Tambunan pegawai Pajak golongan III/a memiliki rekening 28 Milyar dan 74 Milyar di Safe Deposit Box di salah satu Bank Swasta terkemuka (masuk sebagai pegawai negeri terkaya di dunia), kasus Susno Duadji, kasus Makam Mbah Priok, terakhir kasus video porno mirip artis yang telah merusak moral anak bangsa mulai dari siswa SD, SMP, SMA, Mahasiswa, Karyawan, di pasar, di kantor, dari kota sampai di desa telah menjadi korban dan merusak moral generasi penerus bangsa, dan sempurnalah kerusakan karakter bangsa ini.

Kata Karakter juga terpampang indah pada thema dalam rangka Hardiknas 2010 berbunyi “ Pendidikan Karakter Membangun Keberadaban Bangsa“, membaca inipun kita tersenyum dan bertanya apakah kita telah memiliki NIAT yang sungguh-sungguh untuk membangun karakter bangsa ini ? atau malah sebaliknya...yaitu kita sedang membunuh karakter bangsa ini dengan tidak mau memikirkan pembangunan karakter dan menganggap sesuatu yang sepele, serta menganggap-nya tidak begitu signifikan dengan kemajuan suatu bangsa.
Sebagai illustrasi: bayangkan suatu Negara memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi  (dua digit), angka pengangguran turun, angka kelahiran menurun, PDB meningkat tajam, Devisa negara bertambah 100%, indeks harga saham meningkat tajam, eksport meningkat, investasi dalam negeri meningkat sampai 200%, angka kelulusan UN 100%, Utang Negara menjadi 0 %, akan tetapi disisi lain masyarakatnya belum bisa antre di tempat umum, toiletnya masih bau, sarana umumnya pada macet ( tdk berfungsi), beli tiket di bandara dihampiri oleh calo agar beli tiket di tangannya   katanya di loket habis, naik taxi dikibulin, pelajar saling tawuran, fans sepakbola yang kalah melampiaskan kekesalannya dengan merusak fasilitas umum, belum lagi Pilkada yang semakin terang menggunakan politik uang, sampah berantakan di gelanggang olah raga-nya oleh sisa acara semalam (suatu hari sampah itu dibersihkan oleh komunitas Korea yang tinggal di negara tersebut karena tidak betah dengan sarana olah raga yang jorok, sungguh memalukan ), jalan umum dipakai untuk lahan parkir, trotoar di jalan protokol dipakai untuk jualan kaki lima disore hari, kemacetan lalulintas yang semakin parah dan dipelihara, serta masih banyak lagi kesemrawutan akibat tidak adanya kepedulian dan karakter bangsa tersebut.

Dari illustrasi di atas, apakah negara tersebut layak untuk dikatakan sebagai suatu negara yang sudah maju ? atau negara yang beradab..?. jawabannya: tentu tidak..!.

Pertanyaan selanjutnya adalah: Bagaimana Membangun Karakter Suatu Bangsa ..?

Langkah pertama sekaligus kunci dari segala permasalahan yang ada yaitu: Pemimpin suatu negara harus memiliki NIAT yang sungguh-sungguh untuk membangun Karakter Bangsa-nya.
Langkah Kedua adalah Bagaimana mengaktifkan Otak Kanan para Pendidik-nya agar memiliki empati dan kepedulian dalam mencetak generasi yang memiliki budipekerti dan mampu menghormati sesama manusia. Karena menurut ahli neorologi bahwa hal-hal yang berkaitan dengan moral, budipekerti, sopan santun, etika, empati, kebersamaan, kebahagiaan, karakter, adalah tanggung jawab Otak Kanan bukan Otak Kiri.  Otak Kiri hanya bertugas memahami hal-hal yang bersifat bahasa, angka-angka, logika, analisa, (pengetahuan), dan cenderung memiliki sifat egoistik.
Langkah ketiga: adalah Bagaimana menjadikan sekolah sebagai wadah untuk mencetak orang pintar sekaligus sebagai wadah pencetak orang baik, melalui pembiasaan sikap-sikap yang baik di sekolah seperti sikap menghargai orang lain, sikap menghormati orang lain, saling menyayangi, peduli kepada sesama, peduli kepada alam sekitar, mencintai kebersihan, membiasakan sikap kejujuran, sikap tanggungjawab, sikap disiplin, dan lain-lain.
Bagaimana mewujudkan sekolah sebagai wadah pencetak Karakter atau sikap-sikap yang baik ?
Teknik ini dapat kita curi dari apa yang telah dilakukan oleh sekolah di jepang dalam mencetak karakter anak melalui pembiasaan sikap di sekolah. Teknik ini kami alami sendiri di sekolah Tsubasha Elementary School (Takahama City, Jepang  2004).
Pembiasaan Menghargai orang lain di toilet dengan cara: Sendal khusus disiapkan di depan pintu toilet yang diletakkan secara rapih menghadap ke dalam sehingga siswa yang akan memakainya tinggal memasukkan kakinya, akan tetapi sehabis memakainya siswa diwajibkan untuk meletakkan sendal tersebut tidak sembarangan, tetapi mengembalikan ke posisi semula, (menghadap ke dalam) karena telah ditanamkan kepada siswa bahwa bukan hanya dia yang akan menggunakan toilet tersebut, masih ada orang lain yang akan memakainya sehingga mereka harus menghargai orang lain yang akan memakai toilet tersebut. Begitupun setelah memakai toilet itu harus kembali bersih seperti semula karena masih ada orang lain yang akan memakai toilet tersebut. Dari satu pembiasaan ini saja sudah bisa membentuk sikap anak yaitu bagaimana menghargai orang lain di toilet dan terbiasa dengan  kebersihan, kalau di toilet saja anak-anak sudah bisa menghargai orang lain apalagi kalau di tempat umum...
Pembiasaan sikap tidak mengganggu Hak Orang lain melalui penyeragaman Tas sekolah : Teknik ini dilakukan dengan cara membuat locker di dalam kelas sebagai tempat penyimpanan tas siswa yang seragam bentuk dan warnanya, para siswa ditanamkan sikap disiplin yaitu tidak boleh memindah-mindahkan tempat tas- nya agar terbiasa dengan sikap disiplin. Kemudian ditanamkan pula sikap tidak boleh mengambil hak orang lain walaupun tas mereka sama warna dan bentuknya, sehingga tidak ada alasan bagi mereka bahwa dia salah ambil karena mirip dan saling berdekatan. Pembiasaan ini membentuk sikap Jujur dan Disiplin siswa, sehingga diharapkan setelah dewasa kebiasaan tersebut melekat sebagai suatu karakter anak.
Pembiasaan sikap Sabar dan Peduli melalui Pembiasaan melayani sesama siswa menyiapkan makanan di kelas:
Kebiasaan ini dilakukan oleh sekolah di Jepang untuk membiasakan anak mandiri dalam menyiapkan makanan sendiri sehingga begitu mereka di rumah tidak lagi teriak-teriak memanggil pembantu atau Ibu-nya hanya untuk menyendok nasi atau tidak ada piring. Dengan pembiasaan ini, anak-anak juga terbiasa melayani orang lain sehingga memiliki rasa bangga karena dapat berbuat sesuatu bagi orang lain pada waktu melayani teman-nya mengambilkan makanan. Pembiasaan ini dilakukan dari kelas 1 s.d 3, untuk kelas 4 s.d 6 mereka harus makan bersama di kantin sebagai wujud kebersamaan dan sekaligus sekolah bersama  orang tua mengawasi Gizi anak setiap hari. Pembiasaan ini juga menanamkan kepada anak untuk terbiasa antri, karena setiap anak harus sabar antri menunggu giliran dilayani oleh teman-nya yang ditugasi pada hari itu.

Pembiasaan Sikap Hidup Bersih melalui Membiasakan anak melepas sepatu dan menukarnya dengan sendal khusus:
Kebiasaan ini dilakukan oleh sekolah di Jepang dengan menukarkan sepatu yang dipakai dari rumah dengan sendal khusus yang disediakan oleh sekolah di locker bagian depan, dan dipakai sewaktu akan memasuki wilayah sekolah sampai waktunya mereka pulang sekolah. Pembiasaan ini melahirkan pembiasaan mencintai kebersihan sekaligus menanamkan  sikap sabar, karena siswa harus dengan sabar melepas tali sepatunya. Bayangkan kita sampai saat ini masih malas untuk membuka tali sepatu sehingga biasanya lebih memilih menginjak sepatu dari pada membuka tali sepatu lagi.

Penanaman sikap-sikap di atas dapat membangun karakter anak, sehingga diharapkan apabila semua sekolah di Indonesia menerapkan teknik ini dapat melahirkan anak-anak didik yang memiliki karakter sehingga secara otomatis dapat membangun karakter bangsa.
Penanaman sikap baik tersebut akan melekat kepada diri anak dan akan menjadi karakter bagi anak tersebut sehingga anak-anak kita memiliki sikap yang terpuji, dan menjadi modal bagi mereka memasuki masa dewasa yang mulai bergelut dengan dunia kerja. Saat ini banyak upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam menjadikan anak didiknya berkualitas termasuk kualitas moral anak didiknya, tapi faktanya masih belum terasa oleh kita anak didik yang memiliki sikap-sikap terpuji yang dapat dibanggakan oleh orang tua, yang terjadi saat ini adalah orang tua lebih terfokus kepada hasil akhir anak berupa hasil nilai raport, atau hasil rangking anaknya, sehingga pembentukan sikap atau karakter anak tidak menjadi menarik bagi orang tua siswa.
Bahkan dunia pesantren masih banyak kewalahan dalam membentuk karakter anak didik-nya.
Pembangunan karakter anak tidak bisa lagi ditawar-tawar bila mana ingin bangsa ini jadi maju peradaban-nya.

Semoga dapat menginspirasi para pendidik kita untuk melahirkan generasi yang memiliki karakter yang dibangun melalui pembiasaan sikap di sekolah.

Diposkan oleh armanbugis di 01.08 
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke Google Buzz
0 komentar:
Poskan Komentar

0 komentar:

Posting Komentar